Peninggalan Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang atau yang lebih dikenal dengan nama Kesultanan Pajang sudah ada sejak kerajaan Majapahit. Menurut Kakawin Nagarakretagama, yaitu Kakawin Jawa kuno yang ditulis oleh Mpu Prapanca menceritakan: pada tahun 1365, adik perempuan Hayam Wuruk (Raja Majapahit) yang nama aslinya adalah Dyah Nertajapernah menjadi penguasa pajang dengan gelar Bhatara i Pajang (Bhre Pajang). Dyah Nertaja adalah ibu Wikramawardhana sang pewaris tahta kerajaan Majapahit selanjutnya.
Cikal bakal kerajaan Pajang adalah negeri Pengging, yang menurun legenda rakyat adalah sebuah kerajaan kuno yang dipimpin oleh Prabu Anglingdrya. Prabu Anglingdrya adalah musuh bebuyutan Prabu Bakar, raja Prambanan. Kisah tersebut dilanjutkan dengan cerita berdirinya Candi Prambanan.
Awal mula berdirinya kerajaan Pajang
Menurut naskah Babad, Raja Majapahit yang terakhir (Raja Brawijaya) memiliki seorang putri yang bernama Retno Ayu Pembayun. Di masa kekuasaan Brawijaya, sang putri diculik oleh Menak Daliputih, yaitu Raja Blambangan, putra dari Menak Jingga.
Untungnya, Sang Putri berhasil diselamatkan oleh seseorang bernama Jaka Sengara. Tidak hanya berhasil merebut kembali sang putri dari tangan penculiknya, melainkan penculiknya pun berhasil dibunuh oleh Jaka Sengara.
Karena dianggap berjasa, Jaka Sengara kemudian diangkat oleh Brawijaya sebagai bupati Pengging bergelar Andayaningrat. Dan kemudian dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun.
Masih menurut naskah Babad, Jaka Sengara gugur di medan pertempuran ketika terjadi peperangan antara Demak dan Majapahit. Setelah itu, tampuk kepemimpinan diambil alih oleh putranya yang bernama Raden Kebo Kenanga bergelar Ki Ageng Pengging. Ki Ageng Pengging dihukum mati beberapa tahun kemudian karena dituduh akan memberontak terhadap Demak.
Sejak kematian Ki Ageng Pengging, Kerajaan Pengging berada di bawah kekuasaan kerajaan Demak. Belakangan, salah satu keturunan Ki Ageng Pengging bernama Jaka Tingkir mengabdi di kerajaan Demak.
Karena dianggap pandai dalam ketentaraan, Jaka Tingkir kemudian diangkat menjadi menantu oleh Trenggana sekaligus menjadi Bupati Pajang dengan gelar Hadiwijaya.
Setelah Trenggana wafat pada tahun 1546, tahta beralih ke tangan Sunan Prawoto yang kemudian tewas di tangan sepupunya sendiri yaitu Arya Penangsang pada tahun 1549. Selain membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Bupati Pajang (Hadiwijaya) namun gagal.
Tidak tinggal diam, Hadiwijaya yang didukung Ratu Kalinyamat kemudian mengadakan sayembara untuk membunuh Arya Penangsang. Menurut laporan peperangan, Arya Penangsang tewas di tangan Ki Ageng Pamanahan dan Ki Penjawi. Yang kemudian dihadiahi tanah Mataram dan Pati oleh Hadiwijaya.
Selanjutnya, tahta kerajaan Demak diambil alih oleh Hadiwijaya. Tidak hanya mengambil alih tampuk kepemimpinan, namun Hadiwijaya juga memindahkan ibukota Demak ke Pajang.
Peninggalan kerajaan Pajang
Seperti halnya kerajaan Demak, kerajaan Pajang adalah kerajaan bercorak Islam yang berlokasi di Jawa Tengah. Usia kerajaan Pajang tidak terlalu panjang, hanya sebatas tiga kali pergantian tampuk kepemimpinan. Selain karena masa berdirinya kerajaan yang sangat singkat, lokasinya yang berada di pedalaman turut membuat kerajaan ini tidak banyak meninggalkan bukti-bukti sejarah. Terbukti, hanya sedikit peninggalan penting yang hingga saat ini masih bisa kita saksikan, diantaranya adalah:
Masjid Laweyan
Masjid Laweyan didirikan oleh raja pertama pada tahun 1546 dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Masjid ini berada di Kampung Batik, Laweyan, Solo.
Menurut sumber sejarah Masjid Laweyan pada awalnya adalah sebuah pura yang digunakan sebagai tempat ibadah oleh penganut agama Hindu. Pada prosesnya, pura tersebut kemudian dialihfungsikan menjadi masjid.
Makam bangsawan panjang
Di Kompleks Masjid Laweyan terdapat pemakaman dimana para bangsawan Pajang dikebumikan. Di sana terdapat kurang lebih 20 makam, salah satunya adalah makam Ki Ageng Henis (pendiri kerajaan Pajang).
Bandar Kabanaran
Bandar adalah tempat perdagangan. Bandar Kabanaran berlokasi di tepi anak sungai Bengawan Solo. Pada zaman dahulu kala, bandar ini sering digunakan sebagai pusat perdagangan yang menghubungkan antara kerajaan Pajang yang ada di pedalaman dengan Bandar Besar Nusupan.
Pasar Laweyan
Lokasi Pasar Laweyan dekat dengan Bandar Kabanaran. Pada zaman dahulu, pasar ini adalah pusat perekonomian dan perdagangan masyarakat pajang. Hingga saat ini, pasar tersebut masih digunakan oleh masyarakat setempat.
Leave a Reply