Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudra Pasai dikenal juga dengan nama “Kesultanan Pasai” atau “Samudra Darussalam.” Ada juga yang menyebutnya dengan sebutan “Samudra Pasai” saja. Ini adalah sebuah kerajaan Islam yang berdiri di pesisir pantai utara Sumatra, tepatnya di kota Lhokseumawe, Aceh Utara, provinsi Aceh.
Sumber Sejarah Kerajaan Pasai
Kerajaan ini didirikan pada tahun 1267 oleh Marah Silu yang bergelar Sultan Malik As-saleh. Keberadaan kerajaan ini diketahui dari beberapa sumber seperti, Hikayat Raja-Raja Pasai yang ditulis dalam bahasa Melayu, yang menceritakan tentang Kerajaan Islam pertama di Nusantara tersebut (Samudra Pasai).
Dalam hikayat tersebut, Marah Silu bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam yang kemudian memberitahukannya bahwa ia akan diislamkan oleh seorang nahkoda sekaligus pendakwah dari Arab. Menurut Dr. Russel Jones, hikayat tersebut ditulis pada abad ke-14.
Selain itu, makam raja dan penemuan koin berbahan emas serta perak yang bertuliskan nama-nama raja juga dijadikan sebagai bukti arkeologis tentang kerajaan ini.
Sumber lainnya yang dijadikan sebagai rujukan untuk mengetahui sejarah Samudra Pasai adalah kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) Karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304-1368), seorang musafir Maroko yang singgah di nusantara pada tahun 1345.
Keruntuhan Kerajaan Samudra Pasai
Sebelum menemui keruntuhannya, kerajaan Pasai pernah diserang oleh kerajaan Majapahit pada tahun 1345 dan pada tahun 1350. Penyerangan tersebut terjadi pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-zahir (cucu pendiri kerajaan). Beliau adalah putra Mahmud Malik Az Zahir (Putra Sultan Malik as Saleh).
Serangan dari Majapahit tersebut menyebabkan Sultan Pasai pindah dari ibukota. Namun serangan tersebut tidak menyebabkan Kerajaan Pasai runtuh. Keruntuhan kerajaan Pasai terjadi pada tahun 1521 ketika Portugis menginvansi kerajaan tersebut.
Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai
Hingga saat ini, ada beberapa peninggalan kerajaan yang masih bisa disaksikan dan ditemui di sekitar kota Lhokseumawe, Aceh Utara. Diantara peninggalan Kerajaan Samudra Pasai adalah:
Cakra Donya
Cakra Donya adalah lonceng berbentuk stupa yang dibuat di Cina pada tahun 1409 Masehi. Lonceng tersebut memiliki ketinggian sekitar 125 cm dengan lebar keliling 75 cm. Di sisi bagian luar lonceng ini dihiasi dengan simbol-simbol kombinasi antara aksara Arab dan Cina.
Aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang telah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke-5), sedangkan aksara Arab yang terdapat pada lonceng tersebut hingga saat ini belum bisa terbaca.
Makam Sultan Malik as Saleh (raja pertama kerajaan Samudra Pasai)
Malikussaleh atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Malik as Saleh yang memerintah Samudra Pasai sejak tahun 1267 adalah seorang keturunan Sukee Imeum Peuet, yaitu 4 Maharaja bersaudara yang berasal dari Mon Khmer (Champa).
Raja Malikussaleh atau Malik as Saleh wafat pada tanggal 2 Ramadan 690 Hijriyah sesuai dengan yang tertulis di batu nisannya. Batu nisan makam Sultan Malikussaleh sendiri terbuat dari batu yang didatangkan langsung dari Cambay. Batu nisan tersebut ditulis dengan menggunakan huruf dan bahasa Arab.
Bagi para peziarah yang ingin melihat langsung kompleks makam Sultan Malikussaleh bisa berkunjung ke Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara. Di Kompleks tersebut terdapat juga batu nisan Sultan Malikul Zahir.
Hikayat raja-raja Pasai
Hikayat raja-raja Pasai adalah karya sastra yang mengisahkan keadaan kerajaan Islam pertama di Indonesia. Hikayat tersebut ditulis dalam bahasa Melayu pada abad ke-14 menurut seorang sejarawan Belanda bernama Dr. Russel Jones.
Dirham (koin emas dan perak)
Kerajaan Samudra Pasai menggunakan dirham sebagai mata uang. Dirham tersebut bertuliskan raja yang memerintah pada saat itu. Mata uang dirham pertama kali diperkenalkan sejak pemerintahan Sultan Muhammad Malik az Zahir.
Dirham yang digunakan sebagai alat pembayaran tersebut, 70% terbuat dari emas murni 18 karat. Diameter uang dirham tersebut adalah 10 mm dengan berat sekitar 0,6 gram.
Surat Sultan Zainal Abidin
Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai lainnya adalah sebuah surat Sultan Zainal Abidin kepada Kapitan Moran yang ditulis pada tahun 923 Hijriyah. Surat tersebut adalah tulisan tangan asli sang Sultan. Saat ini, bisa disaksikan di Museum Aceh.
Stempel kerajaan
Sebuah benda berbentuk stempel yang diperkirakan sebagai sebuah peninggalan Kerajaan Samudra Pasai ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera. Berdasarkan penelitian, stempel tersebut diperkirakan adalah stempel yang digunakan oleh Sultan Muhammad Malikul Zahir dalam surat menyurat.
Itulah beberapa peninggalan Kerajaan Samudra Pasai yang hingga saat ini masih terawat dengan baik dan bisa kita saksikan apabila berkunjung ke Aceh Utara.
Leave a Reply